BANNER

images.jpegimages.jpeg

CHAT HERE


Jepara City

Sempat dilanda ketidakpastian, striker asal Argentina Pablo Frances akhirnya kembali berbaju Persijap untuk satu musim mendatang. Kepastian ini disampaikan langsung manajemen Tim Laskar Kalinyamat setelah melakukan pembicaraan dengan Pablo kemarin.

"Setelah datang ke Jepara, kami segera melakukan pembicaraan dengan Pablo. Syukurlah, akhirnya kami mencapai kesepakatan dan musim depan Pablo akan kembali menjadi salah satu kekuatan Persijap di lini depan," kata Sekretaris Tim Persijap Nurjamil kemarin.


Dia enggan menyebut berapa nilai kontrak yang disepekati dengan Pablo. Hanya saja, nilainya lebih tinggi sekira 10 persen dari harga musim lalu. Dengan kata lain, meskipun naik namun nominalnya masih terjangkau oleh finansial tim.

Dengan bergabungnya Pablo Frances ini, lanjut Nurjamil, maka Persijap tidak akan menambah pemain asing lagi. Sebab, kuota yang ditetapkan PT Liga Indonesia sebanyak tiga pemain asing non asia telah terpenuhi. Dua kuota pemain lagi diisi legiun asing asal Asia. Akan tetapi Persijap tidak mengambilnya setelah pemain asal Thailand Phaitoon Thiabma gagal merapat ke Jepara sejak awal kompetisi.

Sementara, kabar lain dari Persijap adalah lepasnya salah satu striker andalan musim lalu Ilham Hasan. Pemain ini memilih mencari klub lain setelah permintaannya kepada manajemen tidak dikabulkan.

"Untuk harga, kami sudah sepakat. Bahkan, Ilham menyetujui angka lebih rendah dari musim lalu. Hanya saja, dia meminta agar jumlah tanda jadi yang diterima harus lebih dari 25 persen dari nilai kontrak. Jumlah ini sangat berat bagi manajemen. Akhirnya, kami melepas Ilham," jelas Nurjamil.

Kepergian Ilham menjadikan manajemen harus kembali mencari pemain pengganti. Saat ini masih ada dua pemain dengan posisi striker yang masih dipantau kualitasnya oleh pelatih Junaedi. Mereka adalah Cornelis Kaimu asal Deltras dan Ekky Nurhakim mantan pemain Sriwijaya FC.

"Kami belum bisa menyampaikan siapa yang akan dikontrak manajemen. Sebab, kepastian status pemain berada di tangan pelatih. Jika pelatih memberikan rekomendasi untuk direkrut, kami akan segera tindaklanjuti," imbuhnya.

Terpisah, Junaedi menyatakan saat ini fokus persiapan timnya masih dititikberatkan pada peningkatan kerja sama antarlini. Bergabungnya sejumlah pendatang baru di tubuh Persijap menjadikan pemain-pemain itu harus segera mampu beradaptasi dengan tim.

"Kami akan pantau pemain-pemain yang belum dikontrak hingga akhir pekan ini. Setelah uji coba terakhir melawan Persijap U-21 Rabu (16/9) besok," tegas Junaidi.





Read More......

Pembangunan proyek Akuarium Kura-kura Raksasa di Pantai Kartini menyita perhatian dalam pekan ini. Kritik keras tidak hanya dikemukakan oleh para anggota DPRD Jepara, tetapi juga lembaga swadaya masyarakat (LSM). Mereka menanyakan kapan megaproyek itu dioperasikan. Berikut laporan wartawan Suara Merdeka Budi Cahyono.

PEMKAB menggandeng kontraktor PT Citratama Langgeng Arta (CLA) Semarang dengan Direktur Utama (Dirut) Junaidi Kosasih pada pembangunan Proyek Kura-kura 2003-2006. Namun, PT tersebut tidak mampu menyelesaikan sehingga proyek itu kembali ditangani Pemkab. Ada sinyalemen, investor tidak mau rugi setelah mengkalkulasi secara cermat biaya pengeluarannya.

Proyek yang direncanakan sebagai wahana seperti sea world Ancol Jakarta itu kini terus mengundang kontroversi. Kucuran dana bermiliar-miliar dari APBD dinilai sudah keterlaluan dan tidak prorakyat.

Muhammad Zainudin dari Divisi Advokasi dan Pemberdayaan Lakpesdam NU Jepara menilai, megaproyek dalam rangka membenahi sektor pariwisata itu tidak lebih dari menghambur-hamburkan anggaran.

Menurutnya, jika mengacu Permendagri Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2009 jelas tidak sesuai. Sebab, dalam pokok-pokok kebijakan penyusunan APBD untuk kebijakan pembiayaan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) tiap satuan kerja pelaksana daerah (SKPD) dalam realisasi anggaran harus tepat waktu.

’’Dengan demikian, berdasarkan permendagri di atas yang mengamanatkan pelaksanaan program, SKPD harus jelas mencantumkan nominal alokasi waktu dan target selesainya. Namun, selama ini pada praktiknya waktu penyelesaian tidak jelas,’’ paparnya.

Menilik data Lakpesdam, bangunan Kura-kura itu sudah seharusnya selesai pada 2008. Secara keseluruhan, sejak 2006 hingga kini proyek itu menghabiskan uang rakyat Rp 13.753.270.000.

Ancaman Penyimpangan

’’Dengan keluarnya dana hingga belasan miliar tapi proyek belum juga selesai bisa menimbulkan ancaman penyimpangan. Untuk melihat secara objektif apakah ada penyimpangan dalam penggunaan dana APBD, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diminta untuk mengaudit secara cermat terhadap proyek ini.

Besaran dana itu bila ditambah dengan tambahan dana penyelesaian di dalam rancangan anggaran maka jumlahnya bakal lebih besar lagi. Seharusnya pada 2008 bangunan itu sudah sempurna penyelesaiannya,’’ papar dia.

Bupati Jepara Hendro Martojo meminta DPRD yang selama ini mengkritik proyek itu untuk segera menyetujui semua kekurangan anggaran untuk menyelesaikan Kura-kura pada Tahun Anggaran 2010. Selama ini proyek itu tidak jadi karena kuncinya pada persoalan anggaran.

Pencairan anggaran harus ada kesepakatan DPRD. Selama ini sudah selalu diajukan tetapi tidak sepenuhnya mendapat dukungan dana yang mencukupi.
’’Kalau Dewan menuntut segera jadi dan beroperasi, anggarannya jangan crat-crit. Pada 2010 dianggarkan yang besar untuk menyelesaikannya.

Dengan demikian, bangunan itu langsung bisa terselesaikan dan dinikmati warga,’’ papar Bupati saat memberi sambutan dalam rapat paripurna DPRD, pekan lalu.

Menurut Ketua Komisi D Ja’far Faedhoni, hanya ada dua pilihan untuk menangani megaproyek ini. Pertama, merobohkan semua dan tidak dibangun daripada menghabiskan uang. Kedua, mengalokasikan dana secara fokus berkelanjutan dalam pembangunan total sehingga lebih cepat bisa dioperasikan.

’’Kalau membangun, ya sekalian saja jangan setengah-setengah seperti sekarang. Sedikit-sedikit minta anggaran untuk pemeliharaan. Padahal, pemasukan dari pariwisata yang ditargetkan tidak lebih dari Rp 700 juta. Pendapatan itu jelas sangat jauh dari dana pemeliharaan,’’ tegasnya.

Ya, sebelum berakhirnya masa jabatan Bupati Hendro Martojo, sebaiknya proyek tersebut sudah terselesaikan dan menjadi hadiah serta peninggalan bersejarah untuk warga Kota Ukir.






Read More......

Tidak hanya di Desa Somosari, Kecamatan Batealit yang tak berizin tetapi aktivitas penambangan masih berlangsung. Kejadian serupa juga terjadi di desa tetangga, yaitu Raguklampitan, sekitar Sungai Turut Bendung Ingas dan Sungai Bakalan.

Aktivitas penambang golongan C (batu dan pasir) itu masih dengan santai terus mengambil, bahkan beberapa waktu lalu, menurut informasi dari warga, penambangan menggunakan alat berat mulai merambah di lokasi.

Hanya, saat wartawan merekam aktivitas itu, alat berat atau begu sudah tidak berada di lokasi lagi. Yang ada hanyalah dump truck dengan penambang tradisional mulai mengangkut pasir dan batu.

Ahmad Soleh (50), warga Raguklampitan yang sehari-hari berada di sekitar lokasi penambangan mengungkapkan, sekitar tiga hari lalu begu tersebut sudah diangkat dan meninggalkan lokasi penambangan.

Aktivitas penambangan dengan begu, sudah berlangsung seminggu terakhir ini. ”Kami sebenarnya tidak terlalu mengurusi itu, tapi jika dibiarkan terus bisa merusak irigasi dan lingkungan di sekitar lokasi. Sebaiknya penambangan itu dihentikan. Bekas begu masih terlihat,” paparnya.

Senada dengan Soleh, warga lainnya, Muh Asmo (45), mengungkapkan, aktivitas penambangan galian C itu memang berlangsung cukup lama namun hingga kini belum ada tindakan lebih lanjut dari aparat terkait.

Menurut pemerhati lingkungan hidup Ahmad Machali, koordintor Yayasan Lingkar Studi Kesetaraan Aksi dan Refleksi (YLSKAR), di sepanjang Kali Bakalan Somosari hingga ke Raguklampitan memang sejak 2006 terjadi penambangan liar galian C.
Tidak Tegas Dan, itu diakui oleh penambang. Walau tak mengantongi izin, para penambang ini tetap berani menambang, menurut Machali, karena kekurangtegasan Pemkab.

”Harus ada sikap tegas dari Pemkab. Sudah seharusnya Pemkab mulai memikirkan persoalan lingkungan karena dampak dari penambangan sudah terasa. Persoalan air bersih, rusaknya irigasi pertanian hingga banjir saat musim hujan sudah seharusnya menjadi perhatian serius,” ungkapnya, Rabu (5/8).

Pria berkacamata minus ini menyebutkan, alur di sekitar sungai yang ditambang di kawasan Batealit dan sekitarnya makin memprihatinkan. Lebar sungai yang dahulu 8-10 meter kini makin melebar hingga mencapai 30 meter dan itu akan berimbas pada kondisi lingkungan yang makin rusak.

”Dengan kondisi ini, apakah Pemkab berdiam diri saja. Kalau sudah ada bencana, baru ada tindak lanjut,” tegasnya.

Menurut analisis Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jepara, penambangan di sekitar Sungai Bakalan, Desa Somosari dan Desa Raguklampitan, Kecamatan Batealit sudah tidak layak lagi ditambang. Penambangan di sungai itu harus segera dihentikan karena kondisi lingkungan yang sudah semakin rusak.

”Kami sudah merekomendasikan untuk penghentian penambangan di lokasi tersebut. Namun, rekomendasi kami tidak diindahkan. Maksud rekomendasi itu tidak lain karena efek negatif yang ditimbulkan yakni kerusakan lingkungan yang semakin parah,” ujar Basuki Wijayanto, kepala Kantor BLH.

Pihaknya hanya sebatas memberikan rekomendasi tersebut, namun untuk melangkah ke penindakan bukan ranah dinasnya. BLH hanya membuat catatan dan rekomendasi lingkungan. Berkaitan dengan aspek penutupan dan lainnya, Satpol PP dan pihak terkait lainnya yang berhak.






Read More......

MULTI LANGUAGE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

BLOGGER JEPARA

jepara,blogger

Friendship

TUKER LINK

Jepara City

BANNER FRIEND